BLANK
JSHades present
editor: athenakhyunawh
Troublemaker Story
Ini, bukan kisahku. Aku hanya orang ke 3 diantara mereka, ohh tolong, jangan berfikiran aku ini seorang gadis yang merebut pria gadis lain. Aku Jeon Jiyoon, kakak angkat dari adik laki-laki yang diberi nama Jang Hyeunseung, oleh abeoji yang selama 23 tahun ini telah merawatku di tengah keluarga Jang. Kisah cinta yang menurutku terlalu dramatis, dan cenderung memuakan haha, tidak, aku hanya bercanda, tapi aku serius tentang kisah dramatisnya, dan mungkin cerita tentang romeo dan juliet, titanic atau kisah cinta lainnya masih lebih menyedihkan kisah adikku. Kisah adikku yang mencintai seorang wanita cantik bernama Kim Hyuna.
Aku ingat saat hari dimana Hyunseung tanpa pamit meninggalkan rumah pagi-pagi buta, dan bagaimana wajah lelah Hyuna usai bekerja mencari Hyunseung hingga larut malam.
Seoul 3 Februari 2014.
Langit Seoul kala itu sudah gelap, padahal waktu masih menunjukan pukul 3 sore. Aku masih bersama Hyunseung di caffe milik kami. Hyunseung hari ini terlihat begitu berbeda, dia terdiam menatap hampa kearah jendela, sambil memegang handphone berwarna pink yang ku ketahui milik kekasihnya. Handphone miliknya yang tergeletak di meja caffe bergetar, aku masih melihatnya tidak bergeming, hingga handphone itu berhenti berdering. Hingga bergetar lagi, dan dia masih tak menggeser sedikitpun posisinya. Hingga aku tertarik dan menyambanginya.
“Yak! Babbo, ada telfon dari kekasihmu, kenapa kau diamkan saja?” Tanyaku. Aku agak sedikit terkejut, tidak biasanya dia mengacuhkan telfon dari gadis cantiknya.
“Dia hanya minta jemput” Hyunseung berdiri dan bergegas pergi, “Aku jemput Hyuna dulu”
Lagi kulihat ke anehan Hyunseung hari ini, dia tidak tersenyum cerah seperti biasanya dia hendak bertemu dengan kekasihnya itu.
Keesokan harinya. Aku terbangun tepat pukul 8 pagi, waktu yang terlalu pagi untuk membuka caffe. Namun hari ini aku di kejutkan lagi dengan tingkah aneh Hyunseung, tidak biasanya dia sudah berangkat ke caffe sejak jam 7 pagi. Baiklah, itu membuatku bergegas mandi dan menyusulnya.
Dan kalian tahu apa yang ku temukan disana? Caffe masih tertutup rapat dan tidak ada Hyunseung disana. “Huuhh” aku mendengus kesal, menyebalkan, umpatku dalam hati. Aku mencoba menelfon Hyuna untuk bertanya apakah dia bersama Hyunseung atau tidak.
Dan jawabannya adalah tidak, bodohnya aku melupakan kalo Hyuna sedang bekerja, dan yang lebih menghawatirkan lagi, Hyuna bilang, dia tidak menerima kabar dari Hyunseung sejak semalam. Aneh.
Aku dengan cepat mengirim kakao group kepada geng Hyunseung, B2ST. Dan jawaban mereka “Kau mengganggu tidurku noona” atau “tanyakan saja pada Hyuna” atau “mana mungkin Hyunseung bangun secepat itu” yaa logika memang mereka tidak mungkin bersama Hyunseung sepagi ini.
Aku semakin tak mengerti dengan tingkah Hyunseung yang aneh, saat malamnya Hyuna mendatangiku dengan wajah lelah dan menanyakan Hyunseung, “Eonni, apa Hyunseung ada? Mengapa nomornya tidak aktiv seharian?”
“Jeongmal?” Aku tidak percaya sungguh, aku menekan speed dial nomor 3 untuk menelpon Hyunseung, dan yaap, nomornya tidak aktiv.
“Aku sudah bertanya dengan Joon oppa atau Yoseob oppa, tapi mereka bilang kalau kau dan mereka juga mencarinya”
“Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku.
Hyuna menunduk, perlahan “Kami bertengkar” Ucapnya pelan, nyaris tidak terdengar, suara yang bergetar membuatku yakin kalau dia sedang memanangis saat ini.
“Apa masalahnya?” Ucapku sambil mengusap pelan bahunya.
Hening, lama Hyuna tidak menjawab, hanya isakan yang terdengar, aku yakin kali ini masalahnya kurasa cukup rumit.
“Molla, mammolla” ucapnya, tangannya terarah menutup wajah lelahnya yang telah basah dengan liquid bening miliknya.
” Hyuna -a kajja, bagaimana kalau kita mencarinya bersama?”
Aku mengendarai mobil civic berwarna Sakura, Putih dan Merah Muda. Wangi vanilla menguar dari pewangi mobil itu, khas Hyuna. Gadis itu masih sibuk dengan air matanya. Sudah hampir 3 jam kami berputar ke semua tempat dimana kemungkinan Hyunseung bisa di temui. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengetahui atau disinggahi Hyunseung.
Hyuna semakin histeris, wajah lelahnya begitu terlihat, raut mukanya menampakan penyesalan dan rasa sakit yang amat sangat. Aku tahu ini bukan keinginan Hyuna, dan aku tau ini bukan keinginan mereka. ‘ Hyunseung bersikaplah dewasa dan temui Hyuna mu, dia terlihat sangat berantakan’.
Malam berikutnya, Hyunseung pulang dengan keadaan yang…mhhh cukup mengenaskan.
“Noona” suaranya bergetar, ada jejak air mata di pipinya, “bisakah kau memberikan ini padanya?” Hyunseung menyerahkan sebuah papperbag yang tak kutau isinya apa.
“Apa ini? Dan pada siapa?” Aku membuka papperbag itu dan mengeluarkan isinya, “Ommo” aku melihat lampu tidur yang Hyuna berikan saat aniversarry hubungan mereka, sebuah lampu tidur yang memang Hyunseung inginkan sejak lamaa, dompet kulit berwarna coklat, dengan ukiran Levi’s dan sebuah kertas, yang terawang, dengan tulisan Hyuna. “Kenapa?”
“Katakan saja ini yang terbaik untuknya” Aku tak tahu apa apa, wajah Hyunseung begitu meyiratkan luka. ‘ Hyuna, Hyunseung apa yang sebenarnya terjadi?’ Batinku bergejolak.
“Tapii…”
“Katakan saja apa yang kukatakan padamu”
Hyunseung berlalu begitu saja. Aku ditengah kebimbangan, akhirnya ku putuskan untuk pergi kerumah Hyuna.
Sesampainya di pintu pagar rumah berwarna orange itu, ada rasa enggan untuk mengetuk pintunya, ku putuskan untuk menelfonnya saja.
Setelah beberapa saat~
“Nee eonni ada apa?” Lagi terlihat wajah lelah bercampur kantuk terlihat diwajah putihnya.
“Ini” aku menyerahkan paper bagnya kepada Hyuna. Insting kuat Hyuna seolah mengetahui apa isi dari paper bag itu, Hyuna berjalan mundur, sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak eonn, ini milik Hyunseung oppa, kenapa dia mengembalikannya?” Air mata itu lolos dari mata beningnya, aku tahu, raut wajahnya menampakan rasa sakit yang begitu besar, memperlihatkan luka yang sebegitu dalam.
“Dia bilang, ini demi kebaikanmu” Sungguh aku tak tega melihatnya seperti ini, aku tahu dia begitu terluka. Aku wanita bagaimanapun aku merasakan tatapan memohon yang sangat darinya.
Dia masuk kedalam rumah dengan berlari, dan meninggalkanku sendirian, di tengah gelap malam dan kebingungan.
Aku kembali menuju caffe yang sudah hampir di tutup oleh Doojoon. “Mana Hyunseung?” “Ntahlah, dia bergegas pergi tadi” jawab Doojoon. aku meletakan paper bag itu di atas meja dan menaruh kepalaku tepat disampingnya sambil memandang papperbag itu. “Apa yang sebenarnya terjadi diantata kalian?” Gumamku.
Aku mengingat dengan jelas bagaimana aku dan Hyuna memasak dan menghabiskan waktu bersama dirumah Kwonie oppa, mantan kekasihku. Bagaimana kami bercanda beremapat, bagaimana dia dan Hyunseung memisahkan pertengkaran aku dan Kwon, bagaimana dia dan Hyunseung tertidur begitu manis di sofa, atau bagaimana mereka bertengkar kecil, sungguh manis. Tapi apa yang terjadi sekarang ini?
“klening…”
Pintu caffe terbuka, “Maaf caffe sudah tutup” ucapku tanpa menoleh. Tak ada jawaban atau pergerakan. Doojoon yang berada di depan meja kasir tepat di hadapanku, hanya menunjuk sosok yang baru saja masuk dengan dagunya. Membuatku menoleh.
“Ommo Hyuna-a” aku berjalan menghampirinya. Mengenaskan, rambut coklat panjangnya begitu tidak beraturan, matanya yang membengkak, dengan lingkaran hitam di sekitarnya, jangan lupakan, dia hanya menggunakan piama dengan panjang celana sedengkul dan lengannya di atas siku, tanpa mantel di tengah pergantian musim gugur ke musim dingin.
Dia masih terus menangis hingga aku sampai di depannya “bisakah kau memberikan paper bag itu eonni?” Tanyanya dengan bibir yang bergetar sambil menahan tangisannya. Bibir merah yang selalu tersenyum manis itu, kini terlihat sangat pucat.
Aku memberikan aba-aba pada Doojoon yang berada dekat dengan posisi papperbag itu, untuk mengambilnya. Doojoon yang mengerti, langsung beranjak dari tempatnya dan mengambil papperbag itu untuk kemudian di berikan kepada Hyuna.
“Gomawoyo eonni,dan Mianhanata” Ucapnya sambil tersenyum, senyum yang di paksakan. “Aku akan mengembalikan langsung kepada Hyunseung oppa” dia berjalan keluar dari caffe.
Sesaat seolah waktu berhenti, aku tak tahu apa yang harus kulakukan, sampai akhirmya suara Joon menyadarkanku. “Yak! Noona, mengapa hanya diam, ayo kita kejar Hyuna, dia tidak memakai mantel dan tidak menggunakan kendaraan apapun, bagaimanapun dia wanita, tidak baik membiarkannya jalan sendirian di tengah malam begini”
Aku melirik jam tangan ditangan kiriku, benar sekarang sudah jam 11 malam “Kajja Joon, pakai sekutermu agar lebih fleksibel” Ucapku kemudian. Doojoon segera melepas celemek, dan berjalan keluar, aku mengikutinya. Tanpa mengunci caffe, aku membalik tulisan di depan pintu kaca caffe dengan ‘close’.
Aku melihatnya, melihat gadis yang sedang rapuh itu, berdiri di depan pagar rumahku. Aku dan Doojoon berfikir lebih baik memperhatikannya dari jauh. Sesekali dia memeluk dirinya sendiri saat angin musim gugur berhembus. Kasihan. Sudah hampir 15 menit, tak ada tanda Hyuna akan masuk. Namun aku salah, dia membuka pagar rumahku, dan berjalan tergesa, sampai akhirnya dia bertemu dengan Abeoji.
Aku melihatnya membungkuk memberi salam.
Wajah Abeoji terlihat bingung dengan Hyuna yang tidak berbicara setalah memberikan salam. Aku tahu keberanian Hyuna sedang di uji saat ini, karena walau dia telah menjalin hubungan lama dengan Hyunseung dia belum pernah di kenalkan langsung pada Abeoji. Dan mirisnya dia harus menghadapi Abeoji disaat seperti ini.
“Annyeong Abeoji, Kim Hyuna imnida” aku mendengar, aku mendengar suara Hyuna yang bergetar.
“Ada apa Hyuna-a?” Yaa walaupun Abeoji tidak pernah di kenalkan langsung oleh Hyunseung, tapi Abeoji tahu gadis cantik di hadapannya sekarang adalah Hyuna, kekasih anak laki-lakinya.
“Apakah Hyunseung sudah pulang?” Suara Hyuna terdengar tenang, aku berani bertaruh saat ini, dia sedang mati-matian menahan tangisannya.
“Tadi dia sempat pulang untuk mengambil itu” jawab Abeoji sambil menunjuk paper bag yang di jinjing Hyuna “Kemudian pergi lagi”
“Ahh,” Jawab Hyuna. Aku tahu ada perasaan kecewa di jawabannya. “Abeoji, bisakah aku meminta tolong untuk mengembalikan ini pada Hyunseung?” Aku memohon pada Tuhan agar Abeoji tidak menerimanya.
“Maaf nak, aku tidak bisa, kau harus memberikannya langsung, apa yang terjadi? Kalian bertengkar?”
Bahu Hyuna terlihat sedikit bergetar, mungkin hanya sampai sini pertahanan Hyuna, “Tidak apa apa Abeoji, terimakasih, tolong sampaikan pada Hyunseung bahwa aku mencarinya, saat dia pulang nanti, sekali lagi terimakasih” Ucap Hyuna sambil membungkuk dan membalikan badannya.
Aku melihat tatapan prihatin dari Abeoji, bagaimanapun ini kali pertama ada wanita yang datang padanya langsung untuk menanyakan anak laki-lakinya. Abeoji menutup pintu, dan Hyuna semakin dekat berjalan kearah kami, tangan kirinya menutup mulutnya guna menahan isakannya, sedang tangan kanannya masih setia menjinjing paper bag itu.
“Kajja Joon, kita kembali ke caffe” ntah kenapa feelingku berkata bahwa Hyuna akan kesana.
Benar saja, setelah 5 menit aku menghempaskan badanku di salah satu kursi caffe, pintu caffe itu terbuka lagi, dan membawa masuk seorang gadis yang hampir terlihat seperti mayat hidup. Wajahnya yang putih, semakin terlihat putih, aku yakin itu adalah efek dari rasa dingin yang pasti menyerangnya. Aku sungguh tak tahu apa yang harus ku lakukan saat ini.
Bruk…
Badannya ambruk dan terduduk di lantai caffe yang dingin, aku berlari untuk mendekatinya. “Kenapa, kenapa dia begitu egois hingga tidak ingin mendengar penjelasanku dulu, hhhhhhh, kenapa dia begitu lemah hingga mengembalikan semua kado milikku lewat orang lain? Kenapa hah?” Tangis Hyuna pecah, aku dapat merasakan rasa menderita yang dia rasakan saat ini. “Kenapa eonni? Huaaahhhh” dia menundukan wajahnya.
“Hyuna-a, kau terlihat lelah, kembalilah kerumah, aku yang akan membujuk Hyunseung.” Aku mengusap lembut surai kecoklatannya.
“Tidak eonni, aku akan menunggunya sampai dia datang dan menemuiku disini” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya dengan tegas.
“Pulanglah Hyuna-a, aku takut kau akan sakit, jika kau sakit, kau malah tidak akan bertemu dengan Hyunseung.” Ucapku sambil membantunya berdiri.
“Eonni, eottokhae? Apa yang harus ku lakukan? Tidakah Hyunseung tau bagaimana aku menyayanginya, tidakkan Hyunseung tau apa yang aku lakukan saat kutahu dia tidak ada dirumah? Oppa, kau jahat, benar benar jahat!” tangis Hyuna semakin menjadi.
Doojoon menghampiri kami. “Hyuna–a istirahatlah dirumah, biar Jiyoon noona yang bicara pada si bodoh Hyunseung itu, kau kan besok kerja, lebih baik kau pulang ne?” Aku sedikit terenyuh melihat sisi lembut dari Doojoon.
Hyuna mengangguk perlahan, sambil menghapus segala air matanya. Aku dan Doojoon mengiring Hyuna keluar dari caffe, dan mengantarnya hingga dia menaiki taksi yang di pesan Doojoon beberapa saat lalu.
“Beristirahatlah Hyuna-a” Aku memeluk gadis yang hampir menjadi adik iparku itu. “Terimakasih eonni” Aku menutup pintu taksi itu, taksi berjalan perlahan sampai akhirnya hilang dari pandanganku.
Aku kembali ke caffe. “Apa yang sebenarnya terjadi Jang Hyunseung?” Tanyaku. Aku tahu Hyunseung sudah berada di belakang pintu yang memisahkan dapur dengan ruang caffe sedari tadi, sebelum aku dan Doojoon sampai dicaffe, karena aku mendengar isakannya yang nyaris hilang dengan suara isakan Hyuna yang lebih besar.
Dia menunjukan wajahnya yang tak kalah berantakan dari Hyuna “Aku sangat menyayanginya noona, tapi ini tak bisa di teruskan lagi”
Air mataku menetes melihat adik laki-laki ku menangis. Ini pertama kali aku melihatnya se menyedihkan ini, saat dulu dia di tinggal Jihyun menikah dia tidak sekacau ini. “Apa yang terjadi sebenarnya Hyunseung -a?”